Upaya Pembebasan ABK di Filipina

 

Setelah milisi bersenjata filipina kembali menyandera tujuh WNI, timbul tanya sebenarnya apa yang terjadi sehingga kejadian ini kembali berulang? Kecakapan apa yang harus dimiliki ABK Indonesia? Dan stategi apa yang harus diambil oleh Pemerintah Indonesia?

Sampai sekarang pemerintah akan terus berkordinasi dengan pemerintah filipina dan mempertimbangkan opsi mengerahkan tentara kita dalam rangka membebaskan sandera dari Indonesia, kita harus lebih berhati-hati dan mendalami apapun pilihan yang harus dilakukan.

Pertama dalam situasi seperti ini kehadiran negara itu perlu, namun kehadiran itu seberapa jauh dan siapa yang harus hadir. Kalau kemarin presiden dan menteri ikut hadir, lalu tercipta kehebohan sendiri menurut saya tidak perlu lagi harus seperti itu. Tentu ada dalam satu instasi yang menangani masalah-masalah perlindungan terhadap warga negara ataupun mereka-mereka yang punya hubungan langsung ya itulah yang harus turun tangan, karena kalau presiden dan lain lain yang turun tangan yang senang adalah pihak penyandera dengan menganggap ini menjadi masalah nasional di Indonesia. Kedua, apa yang kita selesaikan hari ini akan berpengaruh dimasa yang akan datang ketika masalah ini terulang. Jika ada pertanyaan tentang bagaimana uang tebusan? Jelas pemerintah tidak memberikan uang tebusan, tapi pertanyaan bagi kita adalah apakah ada pihak-pihak tertentu yang memberi katakanlah mungkin bukan uang tebusan tapi uang beasiswa atau apalah dan lain sebagainya tapikan ada uang di situ. itu yang harus hati-hati, karena kita tidak mau setiap yang berbau Indonesia apakah orangnya atau kapalnya menjadi sasaran empuk bagi para penyanderanya. Dengan maksud sandera dibajak untuk mendapatkan uang.

Pertimbangan menggunakan opsi militer adalah yang pertama apabila hal seperti ini terjadi lagi, apakah warga negara Indonesia tidak jadi sasaran balas dendam? karena pihak penyandera ini sudah highlytrainer, mereka juga tidak ada pimpinan yang satu komando yang bisa didekati. Yang kedua adalah pihak penyandera tidak hanya berhadapan dengan pemerintah Filipina dalam berperang tetapi juga dengan pemerintah Indonesia, artinya kita terseret dan terlibat dalam urusan dalam negeri Filipina yang bertahun-tahun tidak selesai, apakah kita cukup punya energi? Belum lagi yang ketiga, pemerintah sudah mewanti-wanti agar jangan melewati jalur neraka, mewanti-wanti untuk melakukan moratorium. Nah sekarang kalau misalnya pelaku usaha ingin memperoleh keuntungan sesaat lalu melakukan tindakan yang tidak seharusnya ini bagaimana? inikan berarti resiko ada pada siapa? perusahaan itu? pelaku usaha? Jangan sampai pemerintah itu selalu tersandera dengan permsalahan seperti ini. Jangan sampai pemerintah dalam menjalankan tugasnya, mendapat presure (tekanan) satu dari penyandera yang kedua media sangat agresif lalu kemudian publik memberikan opini untuk segera menyelesaikan. Yang keempat, jangan juga seperti kasus uang darah, dimana uang darah yang awalnya satu milyar sekarang menjadi 65 milyar, sehingga diperlukan waktu untuk berpikir panjang mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan diambil.

Harus ada sikap pemerintah dalam mengantisipasi kasus seperti ini, salah satunya adalah mendorong agar kerjasama tiga negara (Indonesia, Filipina dan Malaysia) untuk menjaga wilayah tersebut dari pembajakan harus diintensifkan, hal ini belum dapat berjalan karena pemerintah Filipina sedang demisioner namun , Presiden Filipina yang sekarang terkenal tegas dengan kelompok-kelompok seperti ini. Tinggal mendorong hal ini karena sudah dilakukan penandatanganan di Jogja. Menempatkan marinir di kapal-kapal yang akan membawa ekspor kita untuk menjaga dari serangan pembajak dimana para marinir sudah terlatih dalam kasus pembajakan. Yang terpenting juga adalah mendesak pemerintah Filipina untuk bertanggung jawab, karena kita mensupply 93% batu bara untuk energi listrik di Filipina.

Teori sederhana bahwa ketika sebuah kelompok dituruti demandnya, maka mereka akan menggunakan pola yang sama dengan target yang berbeda. Ada semacam “sasaran empuk”, karena metode pembebasan dengan mekanisme-mekanisme lunak diplomasi.

Kelompok Abu sayyaf semacam mengingkari perjanjian, ketika pembebasan yang pertama terjadi menggunakan metodologi dialog lalu dia tidak bisa mengontrol faksi-faksi yang lain, maka dari itu pendekatan yang lain perlu diplomasi yang lebih keras, berupa diplomasi senjata. Panglima TNI sudah menyatakan bahwa jika tidak ada clearens dari pemerintah Filipina bisa saja mengusulkan agar pasokan batu bara di stop ke Filipina artinya listrik mereka bisa bermasalah kalau itu benar-benar terjadi.

Intinya pemerintah tidak menginginkan uang tebusan untuk membayarkan tujuh WNI  yang tersandera saat ini, dan juga ini merupakan PR terbesar Indonesia untuk bersama kompak dalam membebaskan WNI serta menggaris besarkan teritori tiga negara yang dianggap berbahaya. Pemerintah kita jangan tergesa-gesa dalam mengambil tindakan mengenai WNI yang disandera saat ini, segera lakukan jalur komunikasi dan juga efek menekan pasokan batu bara salah satunya dianggap bisa untuk menekan pemerintah Filipina dalam membereskan permasalahan internal Negara Filipina sendiri.

Pacitan, 17 Juli 2016